Rabu, 25 Juli 2012

Adanya Tuhan I

Seorang Profesor Ateis berbicara di depan kelas tentang Tuhan. Dia meminta salah seorang mahasiswa baru untuk berdiri menjawab pertanyaannya. 

Prof  : Jadi Anda percaya pada Tuhan?
Siswa: Tentu saja, pak.
Prof  : Apakah Tuhan itu baik?
Siswa: Tentu.
Prof  : Apakah Tuhan itu mahakuasa?
Siswa: Ya.
Prof  : Saudaraku meninggal karena kanker meskipun dia banyak berdoa kepada Tuhan agar Tuhan menyembuhkannya. Sebagian besar dari kita akan mencoba untuk membantu orang lain yang sakit, tapi Tuhan tidak. Jadi apakah Tuhan itu baik? Hmm?

Siswa: Diam.
Prof  : Anda tidak dapat menjawab, bukan? Mari kita mulai lagi, anak muda. Apakah Tuhan itu baik?

Siswa: Ya.
Prof  : Apakah setan itu baik?
Siswa: Tidak.
Prof  : Darimanakah setan itu datang?
Siswa: Diam.
Prof  : Katakan padaku nak, apakah ada kejahatan di dunia ini?
Siswa: Ya.
Prof  : Kejahatan di mana-mana, bukan?
Siswa: Ya.
Prof  : Jadi siapa yang menciptakan kejahatan?
Siswa: Diam.
Prof  : Apakah ada berbagai penyakit, kebencian, keburukan? Semua hal mengerikan ada di dunia, bukan?
Siswa: Ya, pak.
Prof  : Jadi siapa yang menciptakan mereka?
Siswa: Diam.
Prof  : Ilmu pengetahuan mengatakan bahwa Anda memiliki panca indera yang dapat Anda gunakan untuk mengidentifikasi dan mengamati dunia di sekitar Anda. Katakan kepada saya, apakah Anda pernah melihat Tuhan?
Siswa: Tidak, pak.
Prof  : Beritahu kami jika Anda pernah mendengar Tuhan?
Siswa: Tidak, pak.
Prof  : Apakah Anda pernah meraba Tuhanmu, merasakan Tuhanmu, membaui Tuhanmu? Apakah Anda pernah punya indera yang dapat membuktikan adanya Tuhan dalam hal ini?
Siswa: Tidak, pak. Sayangnya saya belum pernah.
Prof  : Namun Anda masih percaya kepadaNya?
Siswa: Ya.
Prof  : Menurut empirisme, penginderaan dan protokol yang didemonstrasikan, sains mengatakan Tuhanmu itu tidak ada. Apa yang Anda dapat katakan, nak?
Siswa: Tidak ada. Saya hanya memiliki KEPERCAYAAN.
Prof  : Ya. Kepercayaan. Dan itu adalah suatu masalah bagi ilmu pengetahuan.


Seorang mahasiswa baru yang lain berdiri mengajukkan pertanyaan.
Siswa: Professor, apakah ada yang namanya panas?
Prof  : Ya.
Siswa: Dan apakah ada yang namanya dingin?
Prof  : Ya.
Siswa: Tidak, pak. Tidak ada. ( Ruang kuliah menjadi senyap ketika itu )
Siswa: Pak, Anda dapat memiliki berbagai tingkat panas, agak panas, sangat panas, panas sedang, sedikit panas atau tidak panas. Tapi kita tidak memiliki sesuatu yang disebut dingin. Kita dapat mencapai 458 derajat di bawah nol yang berarti tidak adanya panas, tetapi kita tidak bisa melangkah lebih jauh setelah itu. Tidak ada yang namanya dingin.
Dingin hanya kata yang kita gunakan untuk mendeskripsikan ketiadaan panas. Kita tidak bisa mengukur dingin. Panas adalah energi. Dingin bukan kebalikan dari panas, pak, hanya karena tidak adanya panas. (Ada suatu keheningan di ruang kuliah.)
Siswa: Bagaimana dengan kegelapan, prof? Apakah ada yang namanya kegelapan?
Prof  : Ya tentu,  tidak disebut malam jika tidak ada kegelapan?
Siswa: Anda salah lagi, prof. Kegelapan adalah tidak adanya sesuatu. Anda dapat memiliki cahaya lemah, cahaya biasa, cahaya terang, cahaya berkedip ... Tapi jika Anda tidak mendapatkan cahaya terus-menerus, Anda disebut berada di dalam  kegelapan, bukan? Pada kenyataannya, kegelapan tidak ada. Kalau kegelapan itu ada, Anda akan dapat membuat kegelapan menjadi lebih gelap, bukan?
Prof  : Jadi apa maksud Anda, anak muda?
Siswa: Pak Profesor, poin saya adalah premis filosofis Anda adalah cacat.
Prof  :  Cacat? Bisakah Anda menjelaskan bagaimana?
Siswa: Pak, Anda bekerja pada premis dualitas.
Anda berpendapat ada kehidupan dan kemudian ada
kematian, Tuhan yang baik dan Tuhan jahat. Anda melihat konsep Tuhan sebagai sesuatu yang terbatas, sesuatu yang dapat diukur. Pak, sains bahkan tidak bisa menjelaskan suatu pikiran. Bisa menggunakan listrik dan magnet, tapi tidak pernah terlihat, apalagi sepenuhnya dipahami. Untuk melihat kematian sebagai lawan dari kehidupan adalah pengabaian fakta bahwa kematian tidak dapat eksis sebagai hal yang substantif. Kematian bukanlah lawan dari kehidupan: tetapi itu adalah tiadanya kehidupan pada suatu mahluk hidup. Sekarang katakan padaku, Profesor. Apakah anda mengajarkan kepada mahasiswa bahwa mereka berevolusi dari kera?
Prof  : Jika anda mengacu pada proses evolusi alami, ya.
Siswa: Apakah Anda pernah mengamati evolusi dengan mata kepala Anda sendiri, pak? (Profesor menggoyangkan kepala sambil tersenyum, mulai menyadari akan adanya argumen yang pintar.)
Siswa: Karena tidak seorang pun pernah mengamati berlangsungnya proses evolusi dan bahkan tidak dapat membuktikan bahwa proses ini sebagai upaya on-going, bukankah anda sedang mengajarkan opini anda, pak? Anda bukan ilmuwan tapi pengkhotbah? (Kelas menjadi gemuruh.)
Siswa: Apakah ada orang di kelas ini yang pernah melihat otak Profesor? ( Seluruh kelas tertawa!)
Siswa: Apakah ada seseorang di sini yang pernah mendengar otak Profesor, merasakannya, menyentuh atau menciumnya? Tampaknya tidak seorang pun telah melakukannya. Jadi, menurut aturan yang telah ditetapkan empiris, stabil, protokol didemonstrasikan, sains mengatakan bahwa Anda tidak memiliki otak, pak. Dengan segala hormat, pak, bagaimana kita kemudian kita mempercayai kuliah Anda, pak Profesor? (Ruangan itu senyap ketika Profesor itu menatap kepada para siswanya, wajahnya tidak dapat diduga.)
Prof  : Saya kira Anda harus menyebutnya sebagai kepercayaan, nak.
Siswa: Itulah dia, pak ... Hubungan antara manusia dan Tuhan adalah KEPERCAYAAN.
Dengan kepercayaan itulah manusia melanjutkan perjalanan hidupnya.

sumber; http://www.islamicoccasions.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar